HUKUM  

Ketua Dewan Pers Dan Ketum PWDPI Minta Aparat Usut Tuntas Semua Kasus Kekerasan Terhadap Wartawan

JAKARTA – Muhammad Nurullah RS selaku Ketua Umum DPP Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI), mengecam keras beberapa insiden yg menimpa insan pers indonesia, aksi tersebut diantaranya premanis yang terjadi di Surabaya dan pemukulan okmun Polisi serta teror bom.

Nurul mengungkapkan, bahwa  Persatuan Wartawan Duta Pena Indonesia (PWDPI) ikut prihatin atas beberapa insiden penganiayaan hingga teror bom yang menimpa insan pers.

” Kami sangat prihatin yang sedalam-dalamnya atas kejadian menimpa rekan-rekan Wartawan yang diduga dikriminalisasi di Surabaya dan Papua, jelasnya Selasa (24/01/2023).

“Baru-baru ini, dilaporkan Ketua DPW PWDPI Papua, adanya tindakan kekerasan dilakukan oknum Aparat Kepolisian yang membabi buta memukul Wartawan yang sedang melaksanakan tugas,” jelasnya.

Selain itu Nurul juga memaparkan bahwa kejadian lain juga terjadi di Surabaya ketika awak media sedang melakukan peliputan di serang secara membabi buta oleh sekelompok orang bahkan informasi terbaru ada teror bon yang menimpa wartawan di papua.

Ini tentunya menjadi preseden buruk di Negara kita, terutama APH. “Seorang Jurnalis itu melaksanakan amanah UU,” tegasnya.

“Jadi, saya selaku Ketua Umum PWDPI sangat prihatin sekali atas kejadian ini,” mirisnya.

Saya, dan mewakili seluruh jajaran PWDPI dan Wartawan Indonesia, meminta kepada Polda Jawa Timur agar memerintahkan Polresta untuk menangkap pelakunya, pintanya.

Ini harus diusut. Ini menjadi Preseden buruk sekali bagi insan Pers yang akhir – akhir ini banyak di kriminalkan, sesalnya.

“Begitu juga kami meminta kepada Kapolda Papua, agar menindak tegas oknum Aparat Kepolisian yang diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap Jurnalis, dan mengungkap motif teror bon di rumah wartawan” lagi pintanya.

Sekali lagi, saya mengecam keras kepada oknum Aparat Kepolisian di Papua yang diduga melakukan krimal, dan juga diduga para Preman yang diduga menganiaya rekan kami di Surabaya, pungkasnya.

 

Hal yang sama juga di sampaikan oleh Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu,  Dewan Pers tidak dapat menoleransi tindak kekerasan tersebut. Apalagi UU Pers telah mengatur bahwa wartawan yang bertugas mendapat perlindungan hukum.

“ Dewan Pers memberikan dukungan penuh kepada para wartawan yang melaporkan kasus yang mereka hadapi kepada institusi penegak hukum, agar pengungkapan kebenaran dapat ditegakkan. Pasca pelaporan oleh kawan-kawan wartawan, Dewan Pers telah berkoordinasi dengan Polda Jawa Timur. Respons Kapolda Jawa Timur adalah mendukung penuh penuntasan kasus ini,” tutur Ninik di Jakarta, Minggu (22/1/2023)di kutip dari buletin Lampung

Dewan Pers berharap, setelah adanya pelaporan dan selama proses lidik oleh Polrestabes Surabaya, perusahaan media dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dapat memastikan perlindungan dan pemulihan kepada para korban wartawan.

“Ini agar sejalan dengan pasal 8 Undang-Undang Pers yang menegaskan bahwa dalam menjalankan tugasnya seorang wartawan mendapat perlindungan hukum,” tegas Ninik.

Sebelumnya, lima orang wartawan di Surabaya diduga jadi korban pengeroyokan belasan orang berpakaian preman. Mereka mengalami aksi kekerasan saat meliput penyegelan diskotek di Jalan Simpang Dukuh, Jumat (20/1/2023).

Kelima wartawan itu adalah Firman Rachmanudin dari Inews, Anggadia Muhammad dari BeritaJatim.com, Rofik dari LensaIndonesia.com, Ali fotografer Inews, dan Didik Suhartono pewarta foto Antara.

Selain mendapatkan kekerasan, para wartawan juga diusir oleh para preman. Dua motor milik para wartawan juga ikut ditahan. Atas kejadian ini, kelima wartawan tersebut melaporkan kejadian kekerasan itu ke SPKT Polrestabes Surabaya.

Di lain pihak Ketua DPW PWDPI Sumsel Daeng Suprianto juga mengecam aksi biadap tersebut, menurutnya Wartawan dalam melaksanakan tugasnya tidak boleh di kriminalkan, karena  di lindungi oleh  UU Pers No.40 tahun 1999.

” Dalam pokok Pers bahwasanya, barang siapa yang menghalangi Jurnalis/Wartawan untuk mencari informasi, maka akan di ancam pidana 2 tahun penjara denda Rp.500 juta,” jelas Daeng. (Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *